
Bronkopneumonia pada anak kerap menyalakan kecemasan mendalam di benak para orang tua. Infeksi saluran pernapasan ini lazimnya menjangkiti anak di bawah usia dua tahun dan, tragisnya, menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi pada balita.
Laporan UNICEF bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2015 menyingkap fakta pilu: sekitar 20.000 anak di bawah lima tahun di Indonesia meregang nyawa akibat pneumonia. Dari sekian bentuk pneumonia, bronkopneumonia termasuk yang paling sering muncul. Kondisi ini merupakan peradangan pada bronkus serta jaringan paru yang dipicu bakteri, virus, maupun jamur.
Risiko kian menjulang jika anak hidup di lingkungan yang kumuh, kerap menghirup asap rokok, pernah bersinggungan dengan penderita pneumonia, atau mengalami gangguan gizi.
Gejala Bronkopneumonia pada Anak
Spektrum gejala bronkopneumonia bisa luas: ada yang sekadar ringan, ada pula yang berujung serius. Kerap kali, tanda-tandanya menyerupai bronkitis atau bronkiolitis sehingga sulit dibedakan tanpa pemeriksaan lebih jauh.
Gejala yang lazim muncul antara lain:
Batuk berlendir pekat
Demam yang tak kunjung surut
Napas cepat atau terasa sesak
Menggigil disertai nyeri dada
Sulit tidur, rewel, atau kehilangan selera makan
Wajah pucat, bibir serta kuku kebiruan
Muntah, disertai rasa gelisah yang mengganggu
Napas berbunyi atau terdengar “ngik-ngik”
Tanpa intervensi medis, gejala ini bisa bertransformasi menjadi komplikasi yang lebih berbahaya.
Penanganan Bronkopneumonia
Diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan fisik, dibantu tes penunjang seperti foto Rontgen, CT scan, tes darah, kultur dahak, oksimetri nadi, hingga bronkoskopi.
Jika sudah terkonfirmasi, terapi yang diberikan meliputi:
Obat-obatan
Kasus ringan akibat virus umumnya membaik dalam hitungan hari atau pekan.
Bila bakteri menjadi biang kerok, antibiotik wajib diberikan.
Infeksi jamur diatasi dengan obat antijamur sesuai arahan dokter.
Obat penurun panas, pereda nyeri, atau obat batuk turut diresepkan untuk meredakan keluhan.
Terapi cairan
Nafsu makan anak sering menurun drastis. Agar tak terjerembab dehidrasi, cairan diberikan melalui infus sekaligus menganjurkan asupan air putih dan makanan bergizi di rumah.Terapi oksigen
Pada kondisi kadar oksigen rendah atau napas tersengal, dokter akan memasang terapi oksigen untuk memulihkan pernapasan anak.
Selain pengobatan, dokter menyarankan istirahat total, menjauhi asap rokok, serta menjaga pola makan yang seimbang agar tubuh si kecil tetap berenergi. Kasus ringan bisa dirawat di rumah. Namun, jika gejala berat atau ada penyakit penyerta, perawatan rumah sakit mutlak diperlukan.
Baca juga: Pentingnya IMD (Inisiasi Menyusu Dini) untuk Kesehatan Ibu & Bayi
Komplikasi yang Mungkin Terjadi
Apabila penanganan terlambat, komplikasi berbahaya dapat muncul, di antaranya:
Sepsis (Infeksi darah) – bakteri menyebar ke aliran darah hingga merusak organ vital.
Abses paru – rongga paru dipenuhi nanah, kadang memerlukan pembedahan.
Efusi pleura – penumpukan cairan di rongga dada, diatasi dengan jarum atau kateter; kasus parah memerlukan operasi.
Gagal napas – kadar oksigen menurun drastis hingga organ berhenti berfungsi, kerap memerlukan ventilator.
Cara Mencegah Bronkopneumonia
Meski terdengar menakutkan, bronkopneumonia sejatinya bisa dicegah. Upaya yang dapat dilakukan orang tua antara lain:
Membiasakan anak mencuci tangan secara teratur.
Melindungi anak dari paparan asap rokok maupun polusi debu.
Menjauhkan bayi dari penderita pneumonia.
Melengkapi imunisasi sesuai jadwal untuk menutup celah infeksi.
Anak di bawah usia dua tahun memang rentan lantaran daya tahan tubuhnya masih rapuh. Karena itu, bila muncul tanda-tanda mencurigakan, segera bawa anak ke fasilitas kesehatan. Penanganan cepat ibarat perisai yang mengurangi kemungkinan komplikasi fatal.
Kesimpulan: Bronkopneumonia bukan sekadar batuk dan demam biasa. Ia adalah ancaman serius yang menuntut kewaspadaan penuh. Dengan pencegahan cermat, pola hidup bersih, dan penanganan medis segera, anak dapat terhindar dari risiko terburuk penyakit ini.
Penulis: Santika Reja
Editor: Santika Reja
Terakhir disunting: October 4, 2025